I'm in searching process ...

The blog pretty much will be about my expression and thought so that I will be able to walk on this land like a man ...

Monday, June 9, 2008

RENCANA CANTIK TUHAN



Aku mengalami depresi yang amat sangat. Aku marah pada tuhanku. Seakan aku tidak diperhatikannya lagi. Seakan aku bukan termasuk orang yang beruntung. Aku merasa diriku teramat kecil. Tidak ada keunggulan yang dapat kubanggakan. Surat itu tergeletak lusuh di kasurku. Kupandangi wujudnya dengan perasaan benci yang menjadi-jadi. Kuambil dan kubaca lagi tulisan yang bercetak tebal "Bahwa adik belum bisa diterima sebagai penerima beasiswa study di Canada" kembali hatiku miris, sakit sekali. "Do’aku tidak didengar-Nya" ungkapku dalam hati. Aku merasa telah berusaha sekuat tenaga, sepenuh jiwa, berjalan seirama dengan usaha dan juga do’a. Aku teringat bagaimana aku mengorbankan uang makan siangku untuk melengkapi persyaratan administrasi seleksi pertama. Uangku tinggal 15 ribu. Aku mendatangi foto studio dengan estimasi harga 10 ribu. Aku pikir aku bisa menggunakan sisanya untuk makan siang. Karena memang uang 15 ribu itu adalah uang terakhirku. Namun, dengan naiknya harga BBM maka naik pula berbagai harga barang dan jasa. Termasuk foto studio. Kini biaya foto langsung jadi seharga 15 ribu untuk satu kali jepretan. Ah melayang makan siangku. Maka hari itu aku menahan lapar sampai sore tiba, makan siangku aku korbankan untuk foto langsung jadi sebagai persyaratan administrasi seleksi tahap 1 program Canada. Pengorbanan itu kini tiada artinya. Surat yang tergeletak di kasurku menjadi jawaban kekecewaanku. Aku tertidur lelah dengan surat lusuh yang kutindih, dengan air mata yang malu – malu menetes, dengan sejuta kekesalan dan kekecewaan, dan dengan pengawasan tuhan yang tak pernah lengah sedikitpun.
***


Kulihat namaku ada diantara 10 peserta yang lolos seleksi tahap pertama. Berarti aku akan maju ke seleksi tahap II, yaitu wawancara. Dengan semangat yang sama seperti pada seleksi sebelumnya, seleksi yang aku gagal pada tahap pertamanya, seleksi yang kudapatkan kekecewaan yang mendalam, juga seleksi yang menjadi cambuk buatku untuk lebih bersungguh-sungguh lagi.
Aku mempersiapkan segalanya dengan serius. Kelengkapan administrasi aku penuhi dengan sungguh-sungguh. Lembar essai yang kebanyakan orang mengerjakannya 5 lembar, tapi aku mengerajakannya sampai 8 lembar. Aku menamakan diriku "I’m on fire".
Tibalah waktunya untuk wawancara. Sepuluh orang dipanggil secara berurutan sesuai dengan abjad namanya. Aku kebetulan mendapatkan nomor urut keenam. "lucky number" soalnya menurutku berada diurutan tengah itu sangat pas sekali kondisinya. Tidak terlalu dini untuk menjajaki diri dan tidak terlalu lama sampai kekuatannya hilang semua.
"nomer enam!" seru panitia seleksi "ya" jawabku serta mengacungkan tangan kananku. Seketika itu juga jantungku berdetak lebih kencang. Aku berdo’a memohon ketenangan kepada tuhan. Tuhan yang menciptakan cantiknya suasana hati ketika sedang senang, sempitnya suasana hati jika sedang gundah, dan beningnya suasana hati, syahdu, ketika mengadu kepada tuhan yang maha tahu. "ya muqollibal qulub, tsabbit qolbi alaa dzinik wa’ala to’atik.
Aku telah duduk di kursi panas dengan tiga orang pewawancara yang telah siap didepanku. Semua mata tertuju padaku yang seorang ini. Pewawancara pertama telah siap dengan pertanyaanya, terlihat matanya lebih tajam memandangku, menelan ludah dua kali, dan betul, pertanyaan pertama dilontarkannya "apa yang membuatmu yakin bahwa kamulah orang yang kami cari?"
Aku membetulkan posisi duduk "karena sebuah idealisme yang saya punya, saya rasakan sejalan dengan semangat program ini" aku mengambil nafas "Banyak orang saat ini acuh tak acuh terhadap negaranya sendiri dalam hal ini Indonesia. Mereka berfikiran bahwa tidak ada harapan lagi memperbaiki Indonesia. Indonesia dinilai mempunyai penyakit akut yang tidak mungkin disembuhkan. Sehingga banyak dari orang-orang Indonesia yang memilih keluar dari Indonesia dan memilih tinggal diluar negeri sana."
"Dan bukankah kamu juga mempunyai pikiran yang sama jika mempunyai kemampuan yang sama?" serobot pewawancara ketiga.
Kembali aku membenarkan posisi dudukku "Indonesia bagaikan rumah kita. Sekarang ini rumah kita sedang kebocoran. Lantas, apakah kamu lebih memilih tinggal dirumah orang lain ketimbang memperbaikinya sedikit demi sedikit? Buat aku, seenak-enaknya tinggal dirumah orang lain tentu lebih enak tinggal dirumah sendiri."
"oh berarti kamu mau jadi presiden Indonesia? Nanti kalau sudah jadi presiden malah lupa sama rakyatnya" serobot pewawancara kedua.
"untuk memperbaiki rumahku yang cukup besar ini, aku akan memulai dari kamar yang paling kecil dulu. Aku ingin menjadi kepala desa yang berbasis internasional. sementara ini mohon maaf, jabatan kedesaan hanya diduduki oleh beberapa orang yang masih berfikiran sempit. Sehingga kegiatan mereka hanyalah rutinitas belaka. Padahal dari sebuah desa, Indonesia akan bisa berubah dengan sangat cepatnya. Sebuah desa percontohan akan memacu dan memicu tumbuh kembangnya desa-desa yang lain." Aku mengakhrinya untuk sejenak.
"Bagus sekali nak, jadi kau kami kirim ke Belanda semata-mata untuk mendapatkan jabatan kepala desa?"
"Kepala desa adalah jalanku untuk memperbaiki Indonesia. Bukankah menjadi kepala desa bukanlah sesuatu yang salah? Bahkan kepala desa berbasis internasional lebih tinggi derajatnya dibanding presiden. Kepala desa internasional akan sangat mungkin membangun kerjasama dengan desa yang ada dinegara lain yang nantinya kita sebut dengan ‘sister village’"
"Baiklah Pak Kades, kami kira cukup konferensi pers-nya untuk saat ini. Silahkan anda kembali ke tempat tunggu untuk wawancara selanjutnya".
Aku meninggalkan kursi panas dengan perasaan yang sangat senang. Aku merasa telah menjawab semua pertanyaan yang diberikan dengan maksimal. Sebuah asa tercipta dalam dada berbarengan dengan do’a yang sahut menyahut, tidak surut untuk saat itu.
Langkahku terhenti oleh cantiknya ciptahan tuhan. Kulitnya putih bersih merata antara wajah, tangan dan kakinya. Ini adalah putih yang dianuegrakan tuhan kepadanya. Ia melihatku, ups kualihkan pandangan. Kami berpapasan dan kembali kukagumi keindahan dalam keindahan ciptaan-Nya. ‘Andita’ kulihat name tag yang tergantung disaku depannya. Ah rupanya tuhan menganugerahi nama yang cantik pula dalam cantik ciptaan-Nya. Kesempatan ini tidak ingin aku sia-siakan. Lihatlah bagaimana aku nanti bisa mendapatkan kontaknya tanpa harus berkenalan dengannya.
Aku mendatangi front office, menanyakan nomer berapa yang sedang di interview bahasa inggris. "Memangnya anda nomor berapa mas?" Tanya seorang perempuan penjaga front office "Saya nomor enam mba" jawabku sopan.
"Oh anda masih lama kok, sekarang baru nomor dua" "Oh kalau begitu saya mau keluar dulu sebentar mencari minum"
"Oh ya silahkan, tapi jangan lama-lama ya mas"
"Pastinya mbak" sambil kuberikan senyum renyahku penuh rayu.
Aku langsung ngeloyor mencari rental komputer. Kutemukan persis didepan gedung seleksi. Mulailah aku dengan tombol-tombol keyboard komputer. Aku mengetik no, nama, nomor ujian, email, dan nomor HP dalam tabel. Yah, aku mengetik daftar hadir peserta seleksi pertukaran Mahasiswa Indonesia – Belanda. Serta merta aku mengeprintnya dan buru-buru aku kembali ke tempat seleksi. Si cantik Andita belum kembali dari seleksi wawancara kepribadian. Akupun duduk tenang bersama delapan orang peserta lainnya. Kuberikan lembar daftar hadir itu ke seorang peserta disampingku. Tanpa bertanya-tanya lagi, Ia sudah mengerti dan langsung mengisinya. Lembar itu berjalan dari peserta satu kepeserta lainnya sampai kembali ketanganku lagi. Aku mencari tempat duduk yang paling ujung agar si cantik ditakdirkan untuk duduk disampingku.
Seperti sudah diatur oleh sutradara, Andita keluar dari tempat wawancara kepribadian. Aku mencuri pandang. Ia pun melirikku dan ces dua pandangan bertemu. Namun segera kualihkan pandangan ke sekitar. Si cantik Andita pun mungkin melakukan hal yang sama.
"yes!" pekikku dalam hati, sicantik benar-benar ditakdirkan duduk disampingku. Segera kuisi lembar daftar hadir itu kemudian aku berikan padanya. Kulihat perempuan penjaga front office itu tersenyum. Akupun tidak mengindahkannya karena takut rahasiaku terbongkar. Rahasia membuat daftar hadir ilegal. Tapi ternyata front office itu masih tersenyum padaku dan mengacungkan dua jempolnya untukku sambil mengedipkan salah satu matanya padaku. Akupun lega karena itu pertanda sebuah dukungan buatku. Dukungan bahwa dia mengerti dengan daftar hadir ilegal itu dan dukungan buatku untuk mendapatkan ciptaan cantik tuhan yang seorang ini. Setelah sicantik ini selesai mengisi daftar hadir, akupun membawanya ke front office kemudian mencatat kontak detail si cantik ciptaan tuhan yang satu ini. Kuberikan daftar hadir itu pada perempuan penjaga front office yang sedari tadi memperhatikan sepak terjangku, yang sedari tadi pula diam-diam memberikan dukungan moril kepadaku.
Seleksi berikutnya adalah interaksi kelompok. Tuhan tahu apa yang aku mau. Aku mendapatkan kelompok yang sama dengan si cantik Andita. Tentu akan banyak interaksi antara aku dan si jelita andita didalamnya.
"Bagaimana kalau kita bikin lapangan sepak bola saja? Sepertinya itu akan sangat mudah dilakukan." Usul Fajar yang memang suka sepak bola.
"Terlalu simpel Jar, bagaimana kalau kita buat rumah saja?" usul Rina
"Hmmm … sepertinya keduanya bagus, kalau kita buat dua-duanya aja gimana?" usul si cantik Andita. Dia masih dengan kekalemannya. Dengan mata yang seperti lilin tertiup angin. Ah tuhan, dalam cantik ciptaan-Mu, kutemukan cantik matanya berkedip. Kau punya banyak cantik dalam cantik ciptaan-Mu.
"Yeah aku setuju apa yang dikatakan Dita. Kita bisa buat kapal pesiar yang ada lapangan sepak bolanya. Karena sampai saat ini, belum ada kapal pesiar yang mempunyai lapangan sepak bola. Tentu kapal pesiar punya kamar-kamar seperti layaknya rumah. Jadi Rina bisa bereksplorasi dengan konsep rumahmu"
"setuju!!!" serentak mereka bertiga mengucapkannya keras-keras. Kecuali si cantik Andita yang masih dalam kelembutannya mengucapkan "setuju" ah kenapa aku tidak bisa lepas memperhatikannya barang sejenak. Seperti ada magnet dalam mataku yang terus tertarik oleh kutub utaranya si cantik Andita. Aku, Andita, Fajar dan Rina larut dalam asyiknya pembuatan kapal pesiar dengan stadium sepak bola didalamnya. Kapal pesiar pertama yang pernah ada pada era modern ini. Tapi entah kapan, tahun berapa model kapal pesiar seperti ini akan ada dimuka bumi manusia ini.
***


Interaksi kelompok telah usai. Aku menuju parkiran motor. Kulihat Fajar dan Rina pun juga menuju parkiran motor. Namun tidak kulihat si cantik Andita disana. Apakah dia menuju parkiran mobil yah, tanyaku dalam hati. Ah sudahlah, lantas kenapa kalau Ia memakai mobil. Ia bukan siapa-siapaku. Kunyalakan motorku. Sampai gerbang depan, kulihat Andita berdiri seperti sedang menunggu sesuatu. Tidak berapa lama sebuah motor dengan pengendara pria menghampirinya. Aku kaget bukan kepalang. Mataku terpaku. Tidak sadar ini dan itu. Si cantik Andita telah ada yang punya. Hancur semua asa bercinta. Cantik ciptaan tuhan menyisakan duri yang nyeri di ulu hati. Tanpa sebuah pembelaan, tanpa sebuah penjelasan, Andita resmi meninggalkan kenangan yang sangat menyakitkan.


***


Aktivitasku tidak boleh terhenti oleh nyeri hati di ulu hati. Banyak tugas yang harus aku kerjakan. Tugas makalah yang harus aku kumpulkan dalam minggu-minggu ini; tidak boleh terlantar hingga menyebabkan kecelakaan pada nilai-nilaiku. Sore itu kuputuskan untuk pergi ke warnet. Aku sudah asik dengan googling mendapati bahan-bahan yang aku gunakan untuk pembuatan makalah. Tiba-tiba aku teringat kontak detil si cantik Andita yang masih tersimpan rapi dalam HP tuaku. Kudapatkan alamat emailnya. Kucoba search di friendster. Tidak berapa lama, Gadis berjilbab dengan mata yang khas bak tertiup angina itu terpampang cuantiik di layer komputer. Kutemukan namanya yang panjang "Pramita Andita El-Zoughby". Rupa-rupanya Andita ini masih punya keturunan orang Arab. Tapi sudahlah, aku hanya ingin membuang rasa kecewa ini dengan menulisnya sebuah pesan untuknya.
Hey Andita,
Getting more friends is always be my hobby; because more friends is more place to stay, more space, more benefits, more opportunities, and more loves. Thanks for today, because today is only once.
- *Pengagum mata damar kanginan
Aku klik tombol send dan seketika aku seperti baru saja keluar dari toilet. Perasaanku lega tiada tara. Semua fikiran yang mengganggu tentangnya serta merta terbang bersama email yang dibawa oleh satelit ke atas. Aku seperti terbebas dari belenggu pesona Sang Putri pemilik mata yang khas. Semoga suatu saat nanti aku akan menemukan Andita yang lain; Andita yang kalem bak putri kraton, Andita yang matanya bak lilin tertiup angin. Ups, tunggu sebentar, kulihat status Andita pada friendster ‘single’. "Apakah Andita kembali menjadi seorang diri? Dimana laki-laki yang menjemputnya selesai seleksi? Apakah dia telah menyakiti si cantik Andita? Aku tidak akan memaafkannya jika memang si cantik Andita yang lembut itu dipermainkan olehnya? Akan kubuat perhitungan dengannya?" begitulah gemuruh nafsuku membakar jiwa daan ragaku. Biarlah segepok tanya itu berhenti sampai disini. Aku akan segera mengetahuinya. Disaat yang telah direncakan tuhan dalam rencana cantik-Nya.


***


Pengumuman hasil seleksi telah tiba. Aku memilih untuk melihatnya di warnet. Perasaan senang dan optimis telah ada sedari tadi. Namun perasaan kasihan kepada si Andita jika tidak terpilih nanti, mengganggu ku sedari tadi juga. Perasaan senang dan kasihan menyatu jadi satu. Cinta tidak harus memiliki. Walau bagaimanapun cintaku masih ada untuknya. Aku mau dia senang, aku tidak mau dia kecewa, dan akupun juga tidak mau aku kecewa. Perasaan-perasaan itu menggangguku seketika aku menuju ke website hasil pengumuman seleksi.
Selamat kami ucapkan kepada nomor ujian 0517 dan bagi yang belum beruntung, jangan bersedih hati. Anda bisa mencobanya kembali tahun depan.
Aku tersentak kaget. Aku menundukkan kepala. Aku marah pada tuhanku. Aku telah berusaha sekuat tenagaku. Aku menganggapku sukses dalam rentetan seleksi yang kujalani. Tidak bisa kuterima keputusan tuhan kali ini. Aku sangat marah pada tuhan. Kulihat kembali nomor ujian itu. Aku seperti mengenal nomor ujian itu. Yah aku ingat nomor ujian itu. Kupastikan dengan membuka daftar kontak pada HP-ku. Andita! Yah, Andita akan berangkat ke Belanda selama satu tahun. Cantik ciptaan-Mu yang dulu pernah menorehkan nyeri hati di ulu hati, kini kembali menginjak-injak aku yang hina ini; Ia mendapatkan kesenangan diatas penderitaanku. Kusimpulkan diriku seorang pemuda yang tidak mempunyai kelebihan apapun. Aku depresi!
Sholat malam telah aku tinggalkan. Sholat sunnah rowatib sedikit demi sedikit aku tinggalkan pula; dan sholat isya seringkali qodho di subuh hari. Terkadang subuhpun ikut diqodo berbarengan sholat isya di pagi hari. Niat sholat subuhku berubah menjadi ‘usolli fardussubhi kawwanan** …’
***


Aku menjalani kehidupanku seperti biasa. Kebencianku pada tuhanku berangsur-angsur pulih. Pada dasarnya manusia membutuhkan sebuah kekuatan diluar kemampuannya. Kecenderungan manusia bergantung pada tuhan adalah merupakan sesuatu yang fitrah atau alami. Aku mendapati sholat dhuha ku kembali. Berangsur-angsur akupun juga mendapatkan sunnah rowatibku dan akhirnya akupun juga mendapatkan sholat tahajudku. Begitu damai rasanya bisa merasa dekat dengan tuhan. Hidup harus dijalani dengan serius, tapi ingat pada Dzat yang mempunyai hidup. Dia yang kan selalu mengatur jalannya cerita kita dalam cantik rencana-Nya.
Satu pagi aku ditelpon teman sekampus.
"Assalamu’alaikum"
"Wa’alaikum salam, ada apa Rud?"
"PT. Indocentrin meminta laporan kegiatan kita. Kita harus menjaga kepercayaan perusahaan itu. Biaya sponsor yang diberikannya kemaren cukup banyak. Nah terkait dengan itu, kita pengen kamu datang ke Jakarta untuk melaporkan kegiatan kita. Kamu mau kan?"
"Baiklah, aku mau melakukannya. Kalau begitu tolong siapkan materi yang harus kubawa besok yah."
"You got it man! Thanks a lot!"
keesokan harinya, aku pun berangkat ke Jakarta dengan menggunakan Bus Rosalia. Aku gunakan untuk tidur perjalananku di bis. Sebagai bekal presentasi yang akan kulakukan besok pagi.
Pagi menjelang. Aku telah berada di Jakarta. Aku terbangun oleh banyaknya teriakan-teriakan diluar bis. Rupa-rupanya kemacetan terjadi. Lampu merah mati. Polisi tidak ada. Kendaraan dari empat arah mata angina terjebak di tengah-tengah persimpangan. Posisi mobil-mobil yang berada di persimpangan sudah kadung kacau balau. Beberapa orang turun ke jalan. Berusaha untuk membuat persimpangan lancar. Satu dua mobil bisa jalan tapi kemudian macet lagi. Mobil-mobil itu tidak sabaran. Semua berebut untuk jalan seketika ada luang. Sehingga kemacetan si persimpangan susah untuk dikendalikan. Dengan tidak menunda waktu, akupun bangkit dan turun ke jalan. Aku mengumpulkan orang-orang yang berada di jalan. Aku koordinasikan tugas-tugas yang harus dilakukan masing-masing orang. Satu orang berdiri di arah sebelah utara, tiga lainnya di tiga arah mata angin. Sementara aku berada di tengah-tengah persimpangan. Orang-orang yang berdiri di empat arah mata angin ini harus menahan mobil-mobil yang mau melintas kecuali dengan komandoku. Aku tidak perduli dengan orang yang berdasi yang berdiri di arah utara. Dia harus menuruti perintahku. Dan tiada lain dari maksudku kecuali membuat lancarnya kemacetan ini. Kemacetan yang sudah jadi makanan sehari-hari kota Jakarta. Dengan kerja yang solid antara aku dan keempat orang yang berdiri di empat arah mata angin, kemacetan di persimpangan dapat segera diatasi. Kerja Tim lampu merah itu akhirnya kita sudahi ketika rombongan polisi telah datang. Aku meminta Bapak berdasi itu yang menghubungi Pak Polisi sebelumnya. Sepertinya dia tahu betul nomor-nomor penting. Sehingga tanpa ba bi bu dia langsung menekan hanphone nya yang besar itu.
Setelah tugas selesai, bapak berdasi itu menghampiriku. "wah kerja yang sangat bagus anak muda" "Terima kasih Pak, sebenarnya itu biasa aku lakukan dalam organisasi di kampus Pak"
"Kuliah dimana nak?"
"UMY Pak, di Jogja"
"Oh di Jogja, anak saya juga di Jogja. Ada keperluan apa anak muda ke Jakarta?"
"Saya mau melaporkan kegiatan kampus ke sponsor tunggal kegiatan dikampus kami"
"Biar saya tebak, anda mau melaporkan kegiatan kebudayaan internasional ke PT. Indocentrin?"
"Betul sekali Pak, bagaimana Bapak tahu?"
"Yah saya sendiri direktur PT Indocentrin. Kenalkan nama saya Pak Irfan"
"Saya Azzam Pak. Wah sangat kebetulan sekali Pak saya bisa bertemu bapak. Tidak ada acara cari-cari alamat, tidak ada nunggu ketemu Bapak. Malah sekarang langsung dipertemukan oleh tuhan"
"Yah kalau begitu kau bisa ikut aku sekarang ke kantor. Mari ikut mobil saya"


***
Sesampai dikantor, aku diberi jamuan yang menurut ukuranku sangat mewah. Empat sehat lima sempurna telah aku dapatkan saat itu. Kesempatan yang sangat jarang sekali aku dapatkan.
Sesudah itu tibalah waktunya untuk berpresentasi. Presentasi buatku sudah biasa aku lakukan. Presentasi penawaran kerjasama, presentasi makalah di kampus, presentasi kursusan bahasa Inggrisku di sekolah-sekolah dan banyak presentasi yang sering aku lakukan sehingga beberapa kata spirit, bijak dan joke – joke hangat sudah diluar kepalaku. Presentasi di kantor Pak Irfan berjalan dengan sukses. Ketika aku mau pamit pulang,
"Semester berapa kau nak?"
"Enam Pak" jawabku singkat
"Kau mempunyai kemampuan yang bagus nak. Aku telah memikirkannya. Jika kau bersedia datanglah ke Jakarta selesai kau wisuda nanti. Akan kutempatkan kau di bagian Humas bagian kolega asing."
"Apakah kau bersedia nak?"
Seperti mendapatkan durian runtuh, anugerah yang sangat luar biasa. Tentu aku tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini.
"Tawaran yang sangat bagus Pak. Tentu dengan senang hati saya menerimanya Pak."
Aku pun segera memohon pamit untuk pulang kembali ke Yogya selesai menandatangani kontrak perjanjian sebagai pegawai baru di kantor Pak Irfan. Ia mengangkatku menjadi pegawai kantornya sejak saat itu pula. Aku resmi menjadi humas bagian kolega asing. Senangnya hatiku pada saat itu. Tidak sabar ingin kukabarkan pada Ayah Bunda di rumah sana.
Telah siap aku pulang. Tiba-tiba Pak Irfan merogoh sakunya dan memasukan amplop putih di saku depanku "sekedar untuk membeli makanan kecil di jalan nak" Kurasakan tebal amplop putih itu masuk kedalam sakuku. "Belum kerja saja aku sudah dapat amplop tebal, apalagi nanti kalau sudah kerja." kata hatiku senang bukan main.
"Ah Bapak merepotkan saja. Terima kasih banyak Pak."
Aku melangkah keluar dari kantornya. Tiba-tiba aku terhenti melihat foto keluarga Pak Irfan. Seorang gadis cantik yang tidak asing lagi. Gadis yang kukenal pemilik mata bak tertiup angin ini diapit oleh Pak Irfan dan Bu Irfan. Yah, Dialah Pramita Andita El-Zoughby. Dan seorang pemuda yang pernah aku kenal mukanya berdiri disamping Bu Irfan. Dia adalah pemuda yang menghampiri si cantik Andita pada waktu itu. Ternyata aku telah keliru menganggapnya. Dia tiada lain adalah saudara laki-lakinya si cantik Andita. Ada misi besar menungguku dikantor ini. Ternyata setelah beberapa kegagalan yang kualami, tersimpan rahasia cantik tuhan. Kegagalanku adalah sebuah kesuksesan yang tertunda. Tuhan tidak hanya diam. Bukannya tuhan tidak memperhatikanku. Tuhan tahu segalanya. Tuhan mempunyai rencana cantik dalam cantik ciptaan-Nya. Subhanalloh …


- TAMAT -